Jurnal

Digitalisasi Jadi Penyelamat Ekonomi Desa saat Pandemi

07 September 2023
Administrator
Dibaca 50 Kali
Digitalisasi Jadi Penyelamat Ekonomi Desa saat Pandemi

PANDEMI covid-19 tidak bisa dimungkiri telah melumpuhkan sendi-sendi ekonomi hampir di seluruh negeri. Perekonomian masyarakat lesu tidak hanya di perkotaan, tapi juga menjangkau pelosok desa akibat menurunnya daya beli masyarakat. 

Namun, di balik pandemi ini justru muncul inovasi-inovasi dari perdesaan demi bangkit dari keterpurukan. Di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, misalnya, kegiatan Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) di sini sudah memanfaatkan teknologi informasi untuk menciptakan sebuah marketplace berbasis web. 

Panggungharjo menjadi desa percontohan nasional dengan pendapatan asli desa di atas Rp1 miliar per tahun atau disebut dengan desa unicorn. Pendapatan desa ini bersumber dari BUM-Des Panggung Lestari yang dikelola warganya. 

Didirikan sejak 2013, kegiatan usaha BUM-Des ini melesat dalam empat tahun terakhir. Pendapatan desa melonjak empat kali lipat dalam waktu tiga tahun dari Rp1,3 miliar pada 2016 mejadi Rp6,2 miliar di 2019. 

Namun, sejak pandemi melanda di triwulan pertama tahun ini, lini usaha BUM-Des turut terdampak, antara lain restoran sekaligus eduwisata Kampung Mataraman yang selama ini menjadi tulang punggung sepi pengunjung sejak pekan pertama pandemi melanda. 

Berangkat dari kondisi ini, BUM-Des Panggung Lestari memutar otak mencari jalan keluar. Hingga akhirnya dibuatlah sebuah aplikasi penyedia layanan belanja bagi warganya. Melalui aplikasi berbasis daring ini, warga yang menerima bantuan langsung tunai (BLT) bisa memesan dan membeli aneka kebutuhan rumah tangga. 

Sistem yang digunakan di aplikasi ini serupa dengan layanan belanja online yang lain. Tidak hanya pemesanan, BUM-Des Panggung Lestari juga melayani hingga pengiriman barang ke rumah pembeli. 

Bagi salah seorang warga Desa Panggungharjo, Murjianto, aplikasi ini sangat bermanfaat, terlebih bagi dirinya yang harus membagi waktu bekerja dan mengurus keluarga di rumah. “Beli di warung-warung kan ribet mending kayak gini tinggal pesan nanti diantar mas-mas kurirnya,” katanya dalam program Dedikasi Metro TV: Indonesia Go Digital. 

Aplikasi yang diberi nama Pasardesa.id ini tidak lain ialah sebuah marketplace yang melayani proses jual-beli dari berbagai toko. BUM-Des berlaku sebagai pihak ketiga atau perantara sekaligus pemilik aplikasi. 

Hingga saat ini, aplikasinya baru bisa diakses melalui web. Meskipun demikian, pembelian melalui pesan Whatsapp juga tetap dilayani sebab tidak semua warga terbiasa menggunakan internet. 

Marketplace Pasardesa.id kini sudah memiliki 38 mitra di wilayah Panggungharjo. Mereka tidak hanya menyiapkan kebutuhan dapur, tapi juga kebutuhan sandang bahkan hingga elektronik. 

CEO Pasardesa.id Sholahudin Nuramzy menyatakan platform yang baru diluncurkan 13 April lalu ini dibuka sebagai skenario penyelamatan ketahanan ekonomi Desa Panggungharjo. 

“Memang ini agak semacam kecelakaan. Kita ditugasi Pak Lurah untuk menjawab persoalan ini dengan sangat cepat, bagaimana supaya perekonomian ini tetap berjalan. Warga yang punya persediaan bisa menjual produknya, warga yang punya daya beli masih tetap bisa beli,” katanya. 

Dia mengatakan bahwa penjualan kotor melalui platform ini pada 25 hari pertama tembus di angka Rp100 juta lebih. 

Masih di Bantul, pemanfaatan teknologi digital juga dilakukan Desa Guwosari. Di sini, semua program desa diwujudkan dengan konsep Masmetal atau Masyarakat Melek Digital. 

Kepala Desa Guwosari Maduki Rahmad menyebut bahwa beberapa kegiatan di pemerintahan Desa Guwosari menerapkan teknologi digital, seperti proses pengelolaan sampah, pelayanan surat-menyurat, dan perencanaan desa. 

“Memang belum semuanya kita berbasis aplikasi, tapi beberapa pelayanan sudah berbasis aplikasi. Misalnya, ingin cari SKCK (masyarakat) tinggal masukkan NIK-nya, kemudian akan muncul di database kita. Ini menggunakan aplikasi bernama Siguwo atau Sistem Informasi Guwosari,” jelasnya. 

“Ke depannya kita ingin masyarakat lebih mudah dan cepat dengan pelayanan administrasi maupun kependudukan. Lalu bisa mempunyai kemandirian data terhadap warga yang dikelolanya karena salah satu tahapan menuju kemandirian desa itu mandiri datanya,” tambahnya. 

Digitalisasi begitu mendarah daging hampir di setiap aspek pemerintahan desa ini sehingga memudahkan urusan masyarakatnya. Termasuk untuk urusan pengolahan sampah yang sudah dikelola lewat aplikasi Go-Sari. 

Warga yang ingin menyetor sampah yang sudah dipilah secara mandiri tinggal mengakses aplikasi. Setelah data jenis sampah diunggah ke aplikasi, petugas bank sampah akan mengambil ke rumah-rumah warga. 

Sistem pengelolaan sampah berbasis digital ini diadopsi bekerja sama dengan aplikasi Rapel atau Rakyat Peduli Lingkungan buatan anak-anak muda Yogyakarta. Keberadaan bank sampah merupakan salah satu dari enam lini usaha BUM-Des Guwosari Maju. 

“Kita jadi ringan, karyawan kami di pengelolaan sampah ini cost-nya makin rendah, praktis juga lama kerjanya, bisanya 8 jam sekarang cukup 3 jam selesai,” kata Direktur BUM-Des Guwosari Imam Nawawi. 

Untuk pengembangan wisata di daerahnya, saat ini BUM-Des Guwosari juga telah mengembangkan eduwisata di kawasan Goa Selarong. Di kawasan seluas 5 hektare ini, sekaligus akan dijadikan lahan pertanian terpadu sebagai penyangga ketahanan pangan desa. 

BUM-Des Guwosari juga tergabung dalam konsorsium Pasardesa.id bersama Desa Panggungharjo. Saat ini, ada 5 desa yang terdaftar sebagai anggota konsorsium dan menggunakan aplikasi jual-beli bersama-sama. Namun, targetnya, konsorsium Pasardesa.id akan merangkul 1.000 BUM-Des di Indonesia. 

BUM-Des Panggungharjo maupun Desa Digital Guwosari hanyalah potret kecil dari pemanfaatan teknologi digital. Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia di akhir 2019 tercatat tercatat paling pesat se-Asia Tenggara yang mencatatkan nilai hingga Rp566,28 triliun. 

Pencapaian tersebut bahkan mengalahkan Thailand dan Singapura. Di 2025 nanti, pertimbuhan ekonomi digital Indonesia diprediksi akan tetap melejit di kisaran Rp1.882 triliun. 

Menteri Kominfo Johnny G Plate menyebut bahwa covid-19 menimbulkan sisi lain berupa akselerasi ekonomi digital Indonesia. Pasalnya, saat ini berbagai sektor harus bermigrasi ke digital. 

“Sebesar 60% PDB kita didukung UMKM dan koperasi. Ada 64 juta UMKM kita, di antaranya 14% atau 9 juta UMKM sudah bermigrasi ke UMKM digital. Ini sejalan juga dengan program pemerintah di bawah arahan Bapak Presiden bahwa program Bangga Buatan Indonesia itu justru mendorong UMKM kita untuk go digital,” katanya. 

Sebelum covid-19, lanjut Menkominfo, ekonomi digital Indonesia sudah berkembang cukup pesat. “Diperkirakan 2022-2025, ekonomi digital kita di kisaran US$130-150 miliar. Akibat covid, tentu akan lebih tinggi peningkatannya,” jelasnya. 

Di sisi lain, transformasi digital ini harus ditunjang dengan keberadaan jaringan internet yang memadai di seluruh pelosok negeri. Menkominfo menyebut bahwa dari 83.218 desa/kelurahan di Indonesia, sebanyak 70.760 desa/kelurahan sudah terlayani sinyal 4G. 

“Dengan demikian, masih tersisa 12.548 yang belum ada layanan sinyal 4G. Atas dukungan kuat dari Presiden, pada 2021 dan 2022 disediakan dana secara signifikan untuk memastikan 12.548 itu tersedia sinyal 4G pada 2021 dan 2022,” pungkasnya.

Bagikan artikel ini:
Kirim Komentar

Komentar baru terbit setelah disetujui Admin

CAPTCHA Image