Smart Farming: Sebuah Metode dalam Upaya Memajukan Bisnis Pertanian Inovatif Berbasis Internet of Th
Revolusi industri atau yang disebut sebagai perubahan signifikan dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang atau jasa, kini sudah memasuki era yang keempat (Revolusi Industri 4.0) dimana ditandai dengan cyber physical system. Pada era ini terdapat lima teknologi yang menjadi pilar utama dalam mengembangkan sebuah industri siap digital, yaitu: Internet of Things (IoT), Big Data, Artificial Intelligence (AI), Cloud Computing, dan Additive Manufacturing.
Tantangan di era revolusi industri 4.0 ditandai dengan semakin kompleksnya problem yang akan dihadapi penduduk pribumi dan semakin mengecilnya peluang kerja bagi manusia karena telah tergantikan oleh peran dominasi teknologi dari kombinasi globalisasi dengan teknologi informasi, sehingga dari adanya hal tersebut kita dituntut untuk mau tidak mau harus mengikuti perkembangan revolusi industri agar tidak tertinggal, karena industri 4.0 telah menyentuh banyak aspek dalam kehidupan sehari-hari, mengintegrasikan dunia digital dan fisik, serta mampu meningkatkan operasi bisnis, produktivitas, dan pertumbuhan. Dalam upaya mencapai hal tersebut perlu diadakan sebuah kolaborasi antara teknologi dan SDM yang mampu memanfaatkan artificial intelligence (teknologi mesin yang memiliki kecerdasan layaknya manusia).
Salah satu SDM yang telah memasuki sebuah era baru menapaki jejak-jejak digitalisasi yang berkembang begitu pesat adalah pertanian. Kolaborasi dibidang teknologi ini menjadi kunci kemajuan sektor pertanian, terutama dalam hal membangun sistem pangan dan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan; mempromosikan perdagangan pangan yang terbuka, adil, dapat diprediksi dan tak transparan; serta mendorong bisnis pertanian yang inovatif melalui pertanian digital.
Pemanfaatan teknologi di sektor pertanian bukanlah hal yang baru di beberapa negara. Jepang misalnya, Jepang sendiri telah berhasil menerapkan best practice in smart agriculture.
Melihat Indonesia sebagai negara dengan tingkat pelaku usaha pertanian yang tinggi dan jepang yang telah berhasil menerapkan best practice in smart agriculture, yang artinya keduanya mempelajari banyak teknologi agrikultur, terutama yang dapat diterapkan di Indonesia dan negara lainnya di Asia Pasifik, maka Telkom bersama Japan Telecommunications Engineering and Consulting Service (JTEC) melakukan kolaborasi antara keduanya dalam membangun ekosistem pertanian digital.
Selain itu, diakses dari website ‘Antara Megapolitan’, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa pertanian saat ini memenuhi tantangan. Tantangan utama dalam hal ini adalah memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat, sehingga seluruh potensi harus dimaksimalkan, termasuk dalam penggunaan teknologi.
Pada zaman modern ini, yang menjadi metode pertanian cerdas berbasis teknologi adalah smart farming. Teknologi smart farming ini dapat dimanfaatkan untuk memonitoring lahan pertanian dan mengumpulkan informasi pertanian dengan data yang lebih terukur, seperti keadaan tanah, jenis penyakit yang menyerang tanaman, dan data apa saja yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai hasil produksi yang optimal. Sistem smart farming bisa dibuat secara mobile dengan menyambungkan platform dengan perangkat teknologi seperti handphone, tablet, dan lain sebagainya.
Adapun beberapa penerapan sistem smart farming adalah sebagai berikut:
- Prediksi hasil panen dengan meletakkan sensor Internet of Things (IoT) di lahan pertanian. Tujuannya adalah memudahkan petani dalam mengumpulkan data dan meningkatkan akurasi data, seperti status hara tanah, kelembapan udara, kondisi cuaca, dan lain sebagainya.
- Agri Drone Sprayer sebagai penyemprot pestisida dan pupuk cair.
- Drone Surveillance atau drone pemetaan lahan.
- Autonomus Tractor atau traktor yang digunakan mengelola tanah dengan sistem kemudi otomatis.
- Keamanan pangan dan pencegahan hama dengan menempatkan wireless CCTV dengan solar panel di beberapa titik di lahannya.
- Beberapa aplikasi canggih yang dapat dipakai oleh pelanggan untuk memantau dan menjalankan operasional pertanian dari layer smartphone.
Dalam pelaksanaan penggunaan sistem smart farming, smart farming melibatkan 6 teknologi , yakni, teknologi penginderaan atau teknologi sensor cerdas, aplikasi software, teknologi komunikasi, teknologi GPS, hardware, dan analisis data.
Maka dari itu, petani akan memperoleh keuntungan dari smart farming berupa peningkatan pendapatan dan keuntungan, peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa, peningkatan produksi tanaman, dan biodeversitas,serta konservasi air.
Contoh penerapan smart farming di Indonesia adalah di Kabupaten Subang Jawa Barat. Dalam penerapannya mereka menggunakan drone untuk mengontrol tanaman yang kurang unsur hara dan tanaman yang terkena serangan dengan cara memotret keadaan tanaman.
Adapun terkait tantangan mentransformasikan digitalisasi pertanian tersebut adalah:
Pertama, rendahnya literasi digital petani, karena mayoritas petani Indonesia merupakan lulusan sekolah dasar.
Kedua, belum diprioritaskannya adopsi teknologi digital di sektor pertanian.
Adopsi dalam teknologi pertanian juga dapat dilakukan dengan meningkatkan investasi di sektor pertanian. Investasi dalam negeri maupun asing dapat memungkinkan adanya transfer teknologi serta pelatihan sumber daya manusia. Namun, infrastruktur digital di Indonesia masih lemah dan tidak merata.
Peningkatan infrastruktur digital dapat dilakukan dengan menjamin bahwa regulasi mengenai telekomunikasi stabil dan dapat diprediksi. Pemerintah juga perlu memberikan insentif kepada pihak swasta agar mereka mau membangun infrastruktur digital di daerah terpencil. Pemerintah dapat memberikan subsidi maupun keringanan pajak bagi pihak swasta yang bersedia.
Direktur MICRA Indonesia (Microfinance Innovation Centre for Resources & Alternatives), Alfi Syahrin mengatakan Platform keuangan digital akan menggunakan strategi blockchain yang merupakan solusi untuk orang-orang yang tidak memiliki rekening tetapi memiliki ponsel.
Blockchain strategy ini nantinya akan dibuat agar bisa diakses dengan atau tanpa smartphone dan disediakan pada satu platform khusus agar lebih memudahkan dan inklusif. Selain itu, fiturnya tidak hanya untuk kredit tetapi juga asuransi dan sebagainya.
Dengan digitalisasi keuangan di usaha agromaritim, petani tidak perlu kesulitan dalam mencari sponsor untuk mencari pendanaan karena dalam platform keuangan digital ini akan mendapat support dari growth funding yang tersedia atau menjual langsung ke pengecer atau tempat-tempat lain, konsumen juga bisa langsung membeli produk pertanian dari platform. Platform keuangan digital yang legal di Indonesia antara lain adalah Taralite, Better Life Cashcepat, dan Samakita.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa revolusi industri 4.0 yang membuka ruang digital baru dapat menjadikan sektor pertanian sebagai peluang bisnis dengan menerapkan teknologi terkini untuk modernisasi proses pertanian dan memainkan peran penting dalam permintaan pasar saat ini yang dalam penerapannya dapat diakses oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
Bagikan artikel ini:Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin