Kinerja UMKM Tersungkur Karena Pandemi, Digitalisasi Solusinya
Usaha-usaha seperti usaha katering rumahan, usaha jahit baju, dan berbagai usaha skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) lainnya sangat strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan stabilitas ekonomi Indonesia.
Kontribusi UMKM pada total produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 60,3%. Selain itu, UMKM juga menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja.
Sayang, banyak UMKM Indonesia belum maksimal dalam memanfaatkan teknologi digital, yang menjadi semakin penting seiring dengan pembatasan mobilitas selama pandemi.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melaporkan bahwa pada 2020, 56% UMKM mengalami penurunan omzet penjualan akibat pandemi Covid-19, 22% lainnya kesulitan mendapatkan pembiayaan atau kredit, 15% mengalami permasalahan dalam distribusi barang, dan 4% sisanya kesulitan mendapatkan bahan baku mentah.
Mereka menghadapi berbagai tantangan untuk dapat memanfaatkan teknologi digital secara maksimal. Banyak pengusaha kecil yang modalnya pas-pasan. Banyak juga yang masih kurang pengalaman, ketrampilan, dan pengetahuan tentang teknologi informasi. Selain itu, mereka juga harus bersaing dengan masuknya produk-produk asing lewat penjualan daring (e-commerce) yang hadir di Indonesia.
UMKM harus melek dan siaga teknologi
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi digital menjadi peluang bagi UMKM untuk meningkatkan penjualan lewat e-commerce.
Peningkatan penjualan daring menjadi daya tarik tersendiri untuk meningkatkan pendapatan UMKM. Studi menunjukan bahwa e-commerce berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan UMKM, yaitu sebesar 31%.
Hasil penelitian saya yang sedang dalam persiapan penerbitan menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja penjualan (meliputi profitabilitas, pertumbuhan, nilai pasar dan lingkungan sosial), pelaku UMKM di Indonesia perlu kesiapsiagaan untuk mengadopsi teknologi informasi, atau biasa disebut e-readiness. Mereka perlu bisa memanfaatkan aplikasi yang relevan, seperti Bukalapak, Tokopedia, atau Lazada Indonesia untuk bisa bersaing.
Menurut riset institusi intelijen bisnis Economist Intelligence Unit, pada tahun 2019, E-readiness atau kesiapsiagaan adopsi teknologi informasi Indonesia berada pada peringkat 76 dari total 121 negara yang diperingkat.
Peringkat ini mengelompokkan negara berdasarkan enam dimensi indikator e-readiness. Indikator-indikator tersebut antara lain: konektivitas, lingkungan bisnis, adopsi konsumen dan bisnis, lingkungan hukum dan peraturan, layanan pendukung, dan infrastruktur sosial dan budaya.
Di Indonesia, indikator adopsi konsumen dan bisnis mencapai skor tertinggi (11,6 poin), disusul oleh indikator konektivitas (9,2 poin). Sementara, lingkungan bisnis, layanan pendukung, dan infrastruktur sosial dan budaya masing-masing meraih skor 6,9 poin. Skor yang paling rendah adalah lingkungan hukum dengan raihan 4,6 poin.
Perlunya kesiapasiagaan mengadopsi teknologi informasi ini penting untuk adaptasi dan perbaikan kegiatan yang dapat dilakukan secara daring seperti iklan, penjualan, layanan purna jual, dan pembelian bahan baku.
UMKM juga membutuhkan inovasi teknologi dalam keuangan yang kerap disebut dengan financial technology atau fintech. Berdasarkan penelitian, fintech dapat meningkatkan efisiensi sistem keuangan. Fintech berperan sebagai alat untuk memudahkan transaksi antara pembeli dan penjual, sehingga dapat mengurangi celah atau kecurangan dalam proses transaksi.
Tingkatan e-readiness
Ada banyak tingkatan kesiapasiagaan mengadopsi teknologi informasi yang dapat dilakukan oleh UMKM:
UMKM dapat menggunakan surel sebagai metode komunikasi atau menggunakan situs web untuk komunikasi internal dan eksternal,
UMKM dapat menjual barang atau jasa menggunakan internet dan membuat pengaturan perjalanan menggunakan layanan daring,
Pelaku usaha juga dapat mengirim faktur elektronik kepada pelanggan dan menerima tagihan elektronik dari pemasok,
Terakhir, UMKM dapat memanfaatkan jasa fintech untuk membayar dan menerima pembayaran secara elektronik.
Masing-masing UMKM dapat memilih satu atau lebih disesuaikan kebutuhan UMKM.
Di luar itu semua, pelaku UMKM perlu memperkenalkan produknya pada calon pembeli lewat internet. Pelaku UMKM harus melibatkan diri dalam media sosial untuk memasarkan produknya di pasar lokal maupun pasar dunia.
Dengan menggunakan media sosial, pelaku UMKM mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan dan mengintegrasikan sumber daya dan pengetahuan yang dimiliki dalam rangka menciptakan pengetahuan baru, baik melalui cara memperoleh pengetahuan, transfer pengetahuan, dan kemampuan untuk mengintegrasikannya.
Hal ini dimaksudkan agar para pelaku UMKM di Indonesia dapat meningkatkan kemampuan wawasan pasar daring dan menciptakan nilai unggul bagi pelanggannya, yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan kinerja UMKM baik dilihat dari modal, penjualan, tenaga kerja, pemasaran, dan keuntungan.
Jika pelaku usaha di Indonesia memiliki kapabilitas pemasaran daring (internet marketing capability) yang tinggi, kinerja UMKM akan semakin meningkat.
Penelitian telah membuktikan bahwa kondisi pandemi justru membuat konsumen rajin belanja online. Artinya di sini, kondisi pandemi yang mencekik UMKM justru dapat dijadikan peluang untuk memperluas pasar - bahkan ke ranah global - lewat digitalisasi.
Bagikan artikel ini:Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin