Jurnal

Sampah Menggunung di TPS3R Pasar Ciputat Tangsel

09 Juli 2023
Administrator
Dibaca 109 Kali
Sampah Menggunung di TPS3R Pasar Ciputat Tangsel

TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Penanganan sampah di Tangerang Selatan, masih menjadi masalah yang sulit teratasi.

Lahan pembuangan akhir yang semakin kritis, bahkan membuat Pemerintah Kota Tangsel harus membuat penampungan sementara.

Di kawasan Pasar Ciputat, TPS reduce, reuse, recycle atau TPS3R terpaksa difungsikan sebagai penampungan sampah sementara.

Di lokasi berdiameter 10 x 15 meter tersebut, timbunan sampah tampak menjulang hingga ketinggian 3 meter.

Baca juga: 

TPS3R Sidakarya-Bali bagikan EM4 untuk tiap rumah tangga

Padahal, sesuai namanya, lokasi ini seharusnya menjadi pusat pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang sampah.

”Kawasan ini menjadi TPS3R sejak 2017 lalu.

Beberapa waktu kemudian, sampah-sampah pasar mulai banyak yang dialihkan ke sini,” kata pengelola sekaligus pendiri awal TPS3R Pasar Cantik Ciputat, Erwin Budiman (56), Kamis (13/4/2023).

Dalam sehari, sampah yang masuk ke TPS3R Pasar Cantik Ciputat berkisar 20-25 ton.

Adapun sampah yang dibawa ke TPA Cipeucang 10-15 ton.

Perbedaan volume sampah yang masuk dan keluar menyebabkan penumpukan sampah yang kian meninggi hari demi hari.

Menurut Erwin, saat musim hujan, endapan sampah yang didominasi sampah organik kerap menimbulkan bau busuk yang menyengat.

Hal ini biasanya mendatangkan protes dari warga yang tinggal dalam radius 0,5-1 kilometer.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Persampahan DLH Tangsel Rastra Yudhatama mengatakan, pengalihan sampah ke Pasar Cantik Ciputat ini menjadi upaya untuk mengurangi sampah yang masuk ke TPA Cipeucang.

TPA Cipeucang cukup kewalahan karena saat ini hanya mengandalkan zona 3 berkapasitas 123.000 meter kubik.

Lahan tersebut diprediksi hanya bisa menampung kiriman sampah kurang dari sebulan lagi.

Dalam sehari, tujuh kecamatan di Tangsel memproduksi timbulan sampah hingga 970 ton.

Dari total tersebut, sebanyak 400 ton per hari akan dikirim ke TPA Cipeucang.

Sisanya masih mengandalkan TPS3R, bank sampah, hingga penampungan sementara.

Adapun untuk mengatasi penumpukan, truk pengangkut selalu dikerahkan sehingga volumenya tidak melebih batas.

Baca juga:

Mengenal Strategi dan Langkah-Langkah Pemberdayaan Komunitas

”Seminggu sebelum Lebaran, kami akan mengerahkan truk untuk mengosongkan sampah di TPS3R tersebut.

(Karena) sehari sebelum dan setelah Lebaran petugas TPA Cipeucang akan libur sehingga dalam hari-hari terebut sampah kemungkinan akan kembali banyak,” ujar Rastra.

Sampah liar

Di sisi lain, volume sampah yang tinggi di TPS3R Pasar Cantik Ciputat turut dipengaruhi sampah liar di sekitar kawasan pasar.

Menurut Kepala Seksi Pengangkutan Sampah DLH Tangsel Zeky Yamani menduga, banyak pedagang yang liar di Pasar Ciputat yang membuang sampah sembarangan.

Hal ini juga karena kawasan Ciputat merupakan jalur lintas antar-sejumlah daerah.

”Kami pernah mendapati kawasan pembuangan sampah liar.

Menurut kepala lingkungan di sana, pembuang sampah bukan warga setempat, melainkan dari daerah lain yang lewat di kawasan tersebut,” ujar Zeky.

Hal senada juga diutarakan Erwin.

Sejak dirinya menjadi pengelola TPS3R Pasar Ciputat, salah satu penyumbang besar berasal dari sampah liar yang berserakan di luar pasar.

Bahkan, menurut dia, sejak dua tahun terakhir, timbulan-timbulan sampah di Kecamatan Ciputat dibuang ke TPS3R Pasar Cantik Ciputat.

Baca juga:

Mengenal Potensi dan Fungsi Desa

Tinggal nama

Hal tersebut bahkan membuat TPS3R Pasar Cantik Ciputat kini tinggal nama saja.

Kawasan yang seharusnya menjadi pusat pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang sampah kini seperti tempat pembuangan akhir permanen.

”Sampah yang masuk sangat banyak dan tidak terpilah.

Kami kesulitan untuk memilah sampah sebanyak ini,” kata Erwin.

Volume timbunan sampah yang semakin besar hari demi hari membuat para pengelola kewalahan.

Di sisi lain, upaya mereka untuk mengurangi volume sampah dengan praktek 3R tidak berjalan maksimal.

”Kita sebenarnya membuat beberapa olahan seperti kompos cair, kerajinan untuk mengurangi jumlah sampah di sini.

Akan tetapi, kontribusi untuk pengurangan sampahnya sangat kecil,” kata Erwin.

Mirisnya, menurut Erwin, hasil dari penguraian tersebut justru tidak bisa dimanfaatkan kembali.

Dengan demikian, produk-produk tersebut kembali dibuang di tumpukan sampah.

”Kami juga bingung saat akan dipasarkan.

Misalnya, kami bikin kompos, pembeli ragu soal kualitas dan kelayakan komposnya karena tidak punya sertifikat,” ucapnya.

Dia berharap perhatian pemerintah tidak berhenti pada apresiasi saat mereka berhasil membuat sebuah produk olahan.

Pemerintah harus memikirkan produk yang dihasilkan bisa dipasarkan sehingga dapat diproduksi secara bekelanjutan.

Bagikan artikel ini:
Kirim Komentar

Komentar baru terbit setelah disetujui Admin

CAPTCHA Image