Jurnal

Peranan dan Potensi TPS 3R dalam Upaya Mengurangi Beban pengelolaan Sampah pada TPA di Indonesia

20 Mei 2023
Administrator
Dibaca 78 Kali
Peranan dan Potensi TPS 3R dalam Upaya Mengurangi Beban pengelolaan Sampah pada TPA di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 273 juta jiwa  dan menjadikan negara ini menempati peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia.

Sejalan dengan tingginya tingkat pertumbuhan di Indonesia, tentunya mempengaruhi berbagai sektor.

Adapun salah satu sektor yang memiliki hubungan erat dengan kependudukan adalah sanitasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.

Adapun salah satu jenis dari sanitasi adalah sanitasi lingkungan.

Dimana menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri sanitasi lingkungan merupakan suatu upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat atau mungkin menimbulkan efek berbahaya pada perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia.

Adapun salah satu aspek yang menjadi pembahasan dalam sanitasi lingkungan adalah pengelolaan sampah.

Dengan tingginya pertumbuhan penduduk tentunya mengakibatkan semakin banyak manusia yang melakukan berbagai macam aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari aktivitas-aktivitas tersebut dihasilkan lah sampah.

Menurut Hamdani & Sudarso (2022) sampah merupakan sesuatu yang sudah tidak dipakai, tidak digunakan, tidak disukai atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari aktivitas manusia serta tidak terjadi oleh sendirinya.

Pengelolaan sampah sendiri masih menjadi persoalan yang masih belum bisa tertangani secara maksimal dan merupakan pr besar bagi Indonesia.

Menurut Fadhilah et al. (2021) pengelolaan sampah merupakan suatu usaha pengendalian terhadap timbulan sampah dengan penyimpanan, pengumpulan, pemindahan, dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah.

Dalam pengelolaan sampah sendiri harus ada kontribusi dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008, sampah yang dikelola terdiri dari sampah rumah tangga

(berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja, dan sampah spesifik), sampah sejenis sampah rumah tangga (berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya)

Sampah spesifik (sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik).

Berbagai permasalahan silih berganti hadir dalam upaya pengelolaan sampah di Indonesia.

Permasalahan-permasalahan yang dimaksudkan seperti terus meningkatnya jumlah timbulan sampah yang dihasilkan per tahunnya, tempat pengelolaan sampah yang masing kurang memadai dan terbatas, keberadaan sampah yang menjadi sumber pencemaran bagi tanah, air, dan udara.

Baca juga:

PaDi UMKM Tingkatkan Peran Pelaku Bisnis Lokal Sumut pada Ajang F1H2O

Pada tahun 2022, menurut catatan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan data yang di input dari 161 Kabupaten/kota se-Indonesia terdapat sebanyak 18,9 juta ton timbulan sampah dengan komposisi sampah paling besar yaitu berasal dari sampah food waste atau yang umumnya dikenal sebagai sampah sisa makanan dan pada peringkat 2 terdapat sampah plastik.

Dimana 77,57% dari keseluruhan sampah telah terkelola dan terdapat 22,43% yang belum terkelola. Sampah yang tidak terkelola ini berpotensi besar menjadi sumber pencemaran serta menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan lainnya.

Namun terlepas dari itu, pada tahun 2022 terdapat pengurangan sampah sebesar 5 juta ton yang diperoleh dari dilakukannya upaya membatasi timbulan sampah, pendaur ulangan sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. 

Dalam pengelolaan sampah di Indonesia, terdapat berbagai fasilitas yang digunakan, adapun contohnya seperti Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Tempat penampungan sementara (TPS), dan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R).

Pada masing-masing fasilitas tentunya memiliki karakteristik dan peruntukannya tersendiri.

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) seperti namanya memiliki fungsi sebagai tempat memproses sampah dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Selanjutnya untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) diketahui memiliki fungsi sebagai tempat penampungan sementara bagi sampah sebelum diangkut menuju tempat pendauran ulang, pengolahan.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R), dan terakhir ke TPA.

Kemudian untuk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dikenal sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

Dan yang terakhir untuk Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) seperti namanya memiliki konsep Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (daur ulang) sampah.

Adapun tujuan utama dari hadirnya Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) adalah untuk meminimalisir jumlah atau kuantitas  dan memperbaiki karakteristik sampah sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk diolah lebih lanjut.

Berdasarkan karakteristiknya terlihat kemiripan antara Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R), namun terdapat perbedaan yaitu Pengelolaan sampah melalui

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dikenal lebih kompleks dibandingkan pengelolaan yang dilakukan oleh Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R).

Seperti menurut Permen PU No. 03 Tahun 2013 pada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) terdapat pengelolaan sampah berupa pemrosesan akhir.

Adanya tahapan pemrosesan akhir inilah yang membedakan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R).

Adapun persyaratan yang yang harus dipenuhi oleh empat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) berdasarkan Permen PU No. 03 Tahun 2013 adalah luas TPST lebih besar dari 2.000m2, penempatan lokasi yang dapat dilakukan baik didalam atau di TPA, jarak ke pemukiman paling sedikit 500m, pengolahan sampah dapat menggunakan teknologi dengan ramp dan sarana pemadatan serta penampungan lindi, serta fasilitas

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang harus dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah, pengendalian pencemaran lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas penunjang serta zona penyangga,

Baca juga:

Pemberdayaan Masyarakat: Pengertian, Prinsip, dan Tujuannya

Seperti yang diketahui bahwa pada Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) memiliki prinsip untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan daur ulang sampah.

Pada Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) dilakukan berbagai kegiatan seperti pemilahan sampah, pencacahan sampah, dan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos.

Untuk Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) sendiri harus memenuhi syarat yang telah tertuang pada Permen No. 2 tahun 2013 pasal 20 ayat 1, yaitu luas TPS 3R lebih besar dari 200 m2; tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah (organik, non-organik, kertas, B3, dan residu); dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit penghasil gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas; jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah permanen;

penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari 1 km; luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan; lokasinya mudah diakses; tidak mencemari lingkungan; dan memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.

Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) juga dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat seperti bank sampah.

empat Berdasarkan data yang didapatkan dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat lebih dari 2500 .

Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan target kawasan terlayani terdiri dari 400 rumah atau kepala keluarga.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa salah satu permasalahan yang masih dihadapi Indonesia dalam pengelolaan sampah adalah ketersediaan lahan dalam pengelolaan sampah masih kurang memadai dan terbatas.

Tingginya jumlah sampah yang dihasilkan tidak sebanding dengan kemampuan pengelolaan terhadap sampah tersebut.

Sehingga seringkali sampah hanya dikumpulkan dan langsung dikirimkan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Di Indonesia diketahui bahwa pada masih banyak Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)nya menggunakan metode open dumping.

Menurut Santoso et al. (2016) metode open dumping merupakan metode paling sederhana yaitu dimana sampah  yang diangkut langsung dibuang begitu saja tanpa melakukan apapun.

Maka dengan semakin banyaknya sampah yang menumpuk dan mengisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), tentunya membuat semakin banyak pula permasalahan yang akan muncul.

Permasalah yang diakibatkan diantaranya adalah menurunnya estetika di sekitar tempat pembuangan yang mana hal ini dapat memunculkan konflik sosial dengan masyarakat yang berada disekitarnya, kemudian sampah yang terkumpul dapat menghasilkan berbagai bahaya sumber penyakit, dan menjadi sumber pencemaran bagi udara, tanah, dan air. Selain itu.

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) memerlukan lahan yang luas untuk memenuhi kebutuhan proses yang terdapat padanya, namun seperti yang disebutkan bahwa dengan semakin banyak populasi penduduk maka semakin sedikit pula lahan yang tersedia.

Oleh karena itu, perlu dioptimalisasikan proses pengolahan sampah untuk meminimalisir jumlah sampah yang ditimbun pada landfill sebagai upaya pencegahan dan mengurangi potensi bahaya yang diakibatkan.

Dalam upaya mengurangi kuantitas atau jumlah sampah yang diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), maka optimalisasi penggunaan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) bisa dijadikan salah satu solusi. 

Baca juga:

Dukung Target 30 Juta UMKM Onboarding di Tahun 2023, OJK Gelar Digitalisasi UMKM

Seperti namanya Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R), menerapkan prinsip 3R dalam proses pengelolaan sampahnya.

Menurut Norken et al. (2019) reduce merupakan suatu upaya dalam mengurangi jumlah timbulan sampah dari lingkungan sumber atau bahkan dilakukan sejak sebelum sampah itu sendiri dihasilkan.

Kemudian reuse adalah usaha yang dilakukan dengan menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi sampah tanpa melalui proses pengolahan, sehingga material atau benda tersebut digunakan kembali sebagaimana bentuk atau kandungan aslinya.

Selanjutnya untuk recycle sendiri adalah usaha mendaur ulang sesuatu yang sudah tidak digunakan (sampah) sehingga menjadi bahan lain yang memiliki daya guna melalui serangkaian proses pengolahan.

Pada Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) sampah yang masuk dipilah terlebih dahulu dengan dikelompokkan berdasarkan jenisnya seperti sampah organik, kertas, plastik, B3, non organik dan residu.

Tujuan pemisahan dan pengelompokan ini sendiri agar bisa disesuaikan proses pengolahan yang dapat dilakukan terhadap sampah tersebut.

Contohnya pada sampah organik yang dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai kompos melalui proses komposting.

Pada beberapa Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) terdapat alat pencacah yang digunakan yang dimanfaatkan untuk memperkecil ukuran sama seperti sampah organik agar mempermudah proses komposting.

Selain itu, muncul inovasi terbaru yaitu pemanfaatan Black Soldier Fly (BSF) dalam pengolahan sampah organik.

Menurut Pintowantoro et al. (2021) Black Soldier Fly (BSF) dapat dimanfaatkan dalam penguraian sampah pada tahap larva yang dikenal sebagai maggot, yang mana maggot itu sendiri kemudian bisa dimanfaatkan menjadi material kitosan.

Sedangkan menurut Dortman et al. (2017) pemilihan teknologi menggunakan Black Soldier Fly (BSF) ini didasarkan oleh berbagai hal seperti larva dari biomassa sampah yang  berpotensi untuk digunakan sebagai makanan ayam dan ikan di peternakan.

Kemudian kemampuan larva dalam mengurangi bahkan menghentikan penyebaran bakteri penyebab penyakit bagi manusia, lalu residu penguraian yang mengandung unsur organik yang memiliki komposisi yang mirip dengan kompos, kemampuan penguraian larva yang dapat menurunkan berat basah sampah hingga 80%, serta pengaplikasian penguraian sampah dengan memanfaatkan Black Soldier Fly (BSF) ini sejatinya tidak membutuhkan teknologi yang canggih.

Maka berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui pula bahwa melalui metode bisa didapatkan nilai ekonomis dengan memanfaatkan bekas maggot menjadi pupuk organik.

Untuk sampah jenis lainnya seperti yang mengandung B3 pada Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) akan dipisahkan dari sampah lainnya untuk kemudian diserahkan kepada pihak yang berwenang dalam pengolahan sampah jenis tersebut.

Sedangkan untuk sampah jenis lainnya seperti sampah plastik maupun sampah kertas dapat didaur ulang, adapun pada Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) sering kali ditemukan menjalin kerjasama dengan pihak lain yang yang memiliki kemampuan dalam mendaur ulang sampah tersebut untuk berbagai tujuan, seperti contohnya pihak pengepul atau bank sampah, sehingga hal ini bisa dijadikan profit tambahan.

Dengan melihat bagaimana peranan yang diberikan oleh Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R), maka tentunya dalampengoprasiannya tentunya harus dilakukan dengan komitmen kuat dengan sistem manajemen yang baik, serta harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai dalam mendukung pengelolaan sampah sehingga dapat mengurangi beban pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Fenomena Baru! Putri Duyung Ditemukan di Tepi Laut

Recommended by

Upaya meminimalisir jumlah timbulan sampah sejatinya merupakan tanggung jawab dari semua pihak, maka dari segala sektor harus memberikan kontribusinya.

Usaha mereduksi sampah hendaknya dilakukan bahkan dari sumber sampah itu sendiri, seperti contohnya melalui Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), adapun

Contohnya seperti dalam prinsip reduce dengan merubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang dapat menghasilkan banyak sampah menjadi lebih hemat/efisien sehingga menghasilkan sampah dalam jumlah yang sedikit, contohnya membawa tumbler dan tempat makan sendiri ketika bepergian sehingga meminimalisir penggunaan alat makan minum sekali pakai.

Kemudian mengoptimalkan daya guna dari bahan, peralatan, atau benda sehingga tidak memunculkan sampah sebagaimana prinsip reuse, seperti menggunakan memanfaatkan botol minum bekas sebagai tempat air, lalu cara sederhana seperti menggunakan kertas secara bolak balik.

Lalu mencoba mendaur ulang barang yang tidak berguna (sampah) sehingga memunculkan daya gunanya yang baru pada barang tersebut, seperti pemanfaatan botol-botol plastik sebagai pot bunga, atau mengolah sampah plastik menjadi bahan dasar pembuatan peralatan rumah tangga.

Kemudian dari pihak pemerintah atau lembaga yang berwenang dapat melakukan evaluasi peraturan yang ada dan/atau mempertegas pelaksanaan pengelolaan sampah yang ada di Indonesia.

Tentunya diharapkan bahwa seluruh pelaku kegiatan dapat secara penuh bertanggung jawab dan dapat memahami peraturan yang berlaku serta dampak buruk apa saja yang bisa dimunculkan dari permasalahan sampah itu sendiri memberikan perhatian terkait permasalahan sampah ini, hal ini semua dilakukan demi keberlangsungan hidup yang lebih baik kedepannya. 

 

Bagikan artikel ini:
Kirim Komentar

Komentar baru terbit setelah disetujui Admin

CAPTCHA Image