Jurnal

Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Indikator, Pelaku PPM, dan Asas)

05 Oktober 2023
Administrator
Dibaca 46 Kali
Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Indikator, Pelaku PPM, dan Asas)

Pemberdayaan memang sebuah proses. Namun, dari proses tersebut dapat dilihat dengan indikator-indikator yang menyertai proses pemberdayaan menuju sebuah keberhasilan.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan atau faktor kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat yang dapat menunjukkan seseorang atau komunitas berdaya atau tidak.

Dengan cara ini kita dapat melihat ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan.

Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan akses kesejahteraan, dan kemampuan kultur serta politis. 

Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over) dan ‘kekuasaan dengan (power with). 

Dari beberapa dasar tersebut, berikut ini sejumlah faktor kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dapat dikaitkan dengan keberhasilan dari pemberdayaan:

1. Kebebasan mobilitas
Kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

2. Kemampuan membeli komoditas kecil
Kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, shampo, rokok, bedak). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin orang lain termasuk pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang dengan menggunakan uangnya sendiri.

3. Kemampuan membeli komoditas besar
Kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator diatas, point tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin dari orang lain, terlebih jika ia dapat membeli dengan uangnya sendiri.

4. Terlibat dalam membuat keputusan-keputusan rumah tangga
Mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama (suami/istri) mengenai keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk ternak, memperoleh kredit usaha.

5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga
Responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa izinnya, yang melarang mempunyai anak, atau melarang bekerja di luar rumah.

6. Kesadaran hukum dan politik
Mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan, seorang anggota DPRD setempat, nama presiden, mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes seseorang dianggap ‘berdaya’
Jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami yang memukul isteri; isteri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

8. Jaminan ekonomi dan kotribusi terhadap keluarga
Memiliki rumah, tanah, aset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya (Edi Suharto, 2005).

Pemberdayaan memang sebuah proses. Akan tetapi dari proses tersebut dapat dilihat dengan indikator-indikator yang menyertai proses pemberdayaan menuju sebuah keberhasilan.

Dengan cara ini kita dapat melihat ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan.

Pelaku perubahan PPM Desa

Di dalam sebuah faktor kesuksesan Pemberdayaan memerlukan pelaku perubahan (Agent of Change) yang berperan sebagai animator sosial agar proses pemberdayaan berjalan terus. Pelaku perubahan mempunyai peran sebagai Community Worker atau Enabler (Ife dalam Adi, 2013). Seorang Community Worker harus memiliki keterampilan sebagai berikut:

1. Keterampilan fasilitatif
Seorang pelaku perubahan harus mempunyai peran sebagai animator sosial, mediasi dan negosiasi, pemberi dukungan, membentuk konsensus, memfasilitasi kelompok, memanfaatkan sumberdaya dan keterampilan, dan mengorganisir.

2. Keterampilan edukasional
Seorang pelaku perubahan juga harus mempunyai peran untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, mengkonfrontasikan, dan melatih.

3. Keterampilan perwakilan
Pada posisi ini seorang pelaku perubahan diharapkan mempunyai peran dapat mencari sumber daya, advokasi, memanfaatkan media, membuat hubungan masyarakat, mengembangkan jaringan, dan membagi pengetahuan kepada masyarakat.

4. Keterampilan teknis
Adapun keterampilan teknis meliputi keterampilan untuk melakukan riset, menggunakan komputer, melakukan presentasi tertulis maupun verbal, serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola keuangan.

Sedangkan Menurut Zastrow (2010), seorang Community Worker diharapkan memiliki pengetahuan dan terampil dalam mengisi berbagai peran. Peran tertentu yang dipilih seharusnya ditentukan oleh apa yang akan menjadi paling efektif, peran- peran tersebut antara lain:

1. Enabler (pemungkin)
Merupakan peran untuk membantu individu atau kelompok untuk mengartikulasi atau menyatakan kebutuhan-kebutuhan mereka, menjelaskan dan mengidentifikasi masalah mereka, mencari strategi pemecahan masalah, serta memilih dan menerapkan strategi guna mengembangkan kapasitas mereka dalam menangani masalah secara efektif.

2. Broker (penghubung)
Merupakan peran yang menghubungkan individu-individu dan kelompok yang perlu bantuan dan yang tidak tahu dimana bantuan tersebut bisa di dapat dari pelayanan masyarakat.

3. Advocate (pembela)
Merupakan peran memberikan kepemimpinan dalam mengumpulkan informasi, mengargumentasikan kebenaran, kebutuhan, dan permintaan klien. Hal tersebut dilakukan apabila seorang klien atau kelompok sedang membutuhkan bantuan. Advokasi sebagai aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga.

4. Empower
Bertujuan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat meningkatkan pribadi mereka, interpersonal, sosial ekonomi, dan kekuatan politik.

5. Activist (aktivis)
Merupakan peran melakukan perubahan institusional, mereka peduli dengan ketidakadilan, ketidakmerataan, dan kemiskinan sosial. Taktik yang mereka gunakan berupa konflik, konfrontasi, dan negosiasi.

6. Mediator (penengah)
Merupakan peran melakukan intervensi jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak. Hal ini untuk membantu mereka dalam mencapai kompromi, merekonsiliasi perbedaan, dan mencapai kesepakatan bersama.

7. Negotiator (penegosiasi)
Merupakan peran menyatukan mereka yang sedang berkonflik dengan suatu isu, berupaya menawarkan dan mendapatkan kesepakatan yang diterima oleh kedua belah pihak.

8. Educator (pendidik/instruktur)
Merupakan peran memberikan informasi kepada klien. Mengajar mereka dengan berbagai keterampilan.

9. Initiator (inisiator atau penginisiatif)
Merupakan peran seorang Community Worker mengetahui potensi masalah dan mampu memberikan solusi.

10. Coordinator (koordinator)
Merupakan peran menyatukan beberapa komponen secara bersama, dengan cara yang terorganisir.

11. Researcher (peneliti)
Merupakan peran melakukan studi literatur terhadap berbagai topik penelitian.

12. Group facilitator (fasilitator kelompok)
Community Worker sebagai pemimpin dalam kelompok.

13. Public speaker (juru bicara)
Merupakan peran berbicara di depan khalayak untuk menginformasikan berbagai pelayanan yang tersedia dan meminta dukungan bagi pelayanan baru.

Dasar hukum Program Pemberdayaan Masyarakat Desa

Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada pasal 1 disebutkan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lingkup kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.114 Tahun 2014 pada pasal 6 meliputi:

1. Pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan

2. Pelatihan teknologi tepat guna

3. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala Desa, perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa; dan

4. Peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain:

a. Kader pemberdayaan masyarakat Desa;

b. Kelompok usaha ekonomi produktif;

c. Kelompok perempuan,

d. Kelompok tani,

e. Kelompok masyarakat miskin,

f. Kelompok nelayan,

g. Kelompok pengrajin,

h. Kelompok pemerhati dan perlindungan anak,

i. Kelompok pemuda; dan

j. Kelompok lain sesuai kondisi Desa

Kedudukan Desa tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 5 undang-undang tersebut, sebagai berikut bahwa Desa merupakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika”. Ketentuan di atas menegaskan kedudukan Desa sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah.

Prinsip dan Asas Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pengaturan desa dalam UU Desa berlandaskan pada asas yang meliputi:

1. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
2. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa;
3. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
4. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun desa;
5. Kegotong-royongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun desa;
6. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat desa;
7. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
8. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
9. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
10. Partisipasi, yaitu warga desa turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
11. Kesetaraan, yaitu kesamaan warga desa dalam kedudukan dan peran;
12. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa;
13. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan desa.

Kesimpulan

Faktor kesuksesan Pemberdayaan masyarakat desa merupakan upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Pemberdayaan ini menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya.

Pemberdayaan juga merupakan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya.

Bagikan artikel ini:
Kirim Komentar

Komentar baru terbit setelah disetujui Admin

CAPTCHA Image