Jurnal

Momentum Digitalisasi UMKM

12 Oktober 2022
Administrator
Dibaca 39 Kali
Momentum Digitalisasi UMKM

DI antara kelompok para pelaku usaha, kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk salah satu yang terkena dampak pandemi Covid-19 paling parah. Pada krisis ekonomi tahun 1997/1998, UMKM mampu menjadi “bumper” ekonomi. Namun pada pandemi Covid-19, UMKM menjadi kelompok yang paling menderita. Banyak pelaku UMKM gulung tikar dan kehilangan usahanya akibat terpaan gelombang pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 telah menghantam UMKM dari dua sisi sekaligus, sisi penawaran dan permintaan.

Dari sisi penawaran, UMKM harus berhadapan dengan kenaikan harga input-input produksi yang menyebabkan harga jual produk-produk UMKM menjadi lebih mahal dan sulit bersaing dengan produk-produk yang berasal dari usaha menengah dan besar. Dari sisi permintaan, UMKM juga dihadapkan pada penurunan daya beli masyarakat yang berimbas pada penurunan penjualan. Karena itu, bisa dipahami jika selama masa pandemi Covid-19 kinerja UMKM menurun tajam.

Tantangan digitalisasi UMKM

Selama ini, UMKM telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Lebih dari 97 persen angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor UMKM. Bahkan lebih dari 55 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbang sektor UMKM. Karena itu, menyelamatkan UMKM sama dengan menyelamatkan perekonomian Indonesia. UMKM harus menjadi prioritas utama dalam skenario pemulihan ekonomi nasional. Sejak awal masa pandemi Covid-19, pemerintah telah mencoba untuk menyelematkan sektor UMKM. Pemerintah telah mengeluarkan lima paket Skema Perlindungan Pemulihan UMKM di tengah Pandemi Covid-19. Lima skema tersebut adalah bantuan sosial untuk UMKM yang sangat rentan, insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi kredit serta subsidi suku bunga, perluasan pembiayan modal kerja, dan penetapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemda sebagai penyangga UMKM. Namun dalam perkembangannya, terdapat beberapa masalah krusial yang dihadapi UMKM di samping masalah-masalah yang telah dipetakan dalam skema pemerintah. Berkurangnya pasokan dan menurunnya penjualan merupakan masalah kasuistis yang terjadi selama masa pandemi. Perubahan perilaku masyarakat baik dalam hal konsumsi maupun keuangan menjadi masalah terbesar yang dihadapi UMKM. Pasca-pandemi Covid-19, perilaku pasar berubah signifikan dan tentunya menuntut adanya transformasi dan perubahan platform bisnis UMKM. Pasca-pandemi Covid-19, perilaku masyarakat berubah menjadi jauh lebih “digital”. Penggunaan teknologi informasi selama masa pandemi sangat masif. Pembatasan sosial dan interaksi fisik telah mendorong penggunaan e-dagang (e-commerce) dan e-dompet (e-wallet) secara masif. Bagi para pelaku usaha menengah besar, penggunaan teknologi informasi bukanlah masalah besar karena selama ini mereka telah terbiasa menggunakan teknologi tersebut dalam menjalankan usahanya. Namun bagi pelaku UMKM, masifnya penggunaan e-commerce dan e-wallet menjadi tantangan yang tidak mudah. Penggunaan teknologi e-commerce dan e-wallet merupakan tantangan baru bagi para pelaku UMKM pasca-pandemi Covid-19.

Sebagian besar UMKM belum terbiasa menggunakan teknologi e-commerce dan e-wallet. Menurut catatan pemerintah, saat ini terdapat 23 juta UMKM yang corak usahanya masih tradisional dan belum memiliki akses yang baik terhadap teknologi informasi dan lembaga keuangan.

Digitalisasi ekonomi menjadikan para pelaku UMKM tidak bisa lagi mengandalkan gaya bisnis klasik yang mempertemukan penjual dan pembeli secara on the spot. Digitalisasi ekonomi memaksa para pelaku UMKM beradaptasi serta mampu memanfaatkan jaringan teknologi informasi yang semakin cepat dan modern. Pola konsumsi dan keuangan masyarakat saat ini telah bergeser ke dalam platform digital yang menuntut semua traksaksi dilakukan secara mobile, cepat, tetapi tetap aman. Untuk membantu transformasi UMKM, pemerintah paling tidak harus menyediakan dua hal. Pertama, pemerintah harus meningkatkan rasio keterjangkauan jaringan internet. Jaringan internet harus bisa masuk ke daerah-daerah sentra UMKM tertutama di wilayah pedesaan dan daerah pinggiran yang selama ini belum tersedia akses internet yang baik. Pemerintah juga harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) para pelaku UMKM melalui pendidikan vokasi supaya bisa memanfaatkan akses pasar yang tersedia melalui jaringan internet sehingga mereka dapat memperoleh tambahan keuntungan melalui ekspansi pasar di dunia maya.

Selain penyediaan infrastruktur dan perangkat keras jaringan internet, pemerintah juga harus menyediakan sistem pembayaran digital yang aman bagi UMKM. Langkah ini sudah dan sedang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Bahkan BI telah mengeluarkan blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025. Langkah BI ini diarahkan sebagai solusi untuk menjawab tantangan perubahan pola perilaku transaksi masyarakat di era digital sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat di dalam industri keuangan nasional. Dua program BI yang perlu diapresiasi dan didukung supaya lebih masif lagi adalah program Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Dengan dua program tersebut diharapkan sistem pembayaran di Indonesia akan jauh lebih aman dan keuntungan ekonominya dapat dinikmati oleh para pelaku ekonomi di Indonesia.

Butuh usaha serius Namun selain masalah perubahan pola perilaku masyarakat, permasalahan klasik yang selama ini menghantui kinerja kelompok UMKM masih harus tetap diperhatikan. Setidaknya masih terdapat empat masalah utama lain yang selama ini menjadi faktor penghambat perkembangan UMKM di Indonesia. Keempat masalah tersebut adalah terbatasnya akses pasar terutama akses pasar ekspor, tingkat daya saing rendah yang disebabkan oleh tingginya biaya logistik, akses permodalan yang masih terbatas dan tingginya biaya modal, dan yang terakhir adalah masih banyaknya barang-barang impor yang menjadi substitusi produk UMKM sehingga UMKM tidak bisa bersaing di pasar global, nasional, bahkan di pasar lokal sekalipun. Menyelesaikan masalah UMKM di era digitalisasi ekonomi tidaklah mudah. Namun dengan usaha yang serius, kolektif dan terintegratif, serta pantang menyerah dari pemerintah bersama BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta pelaku UMKM itu sendiri, UMKM dapat berkembang, kompetitif, dan naik kelas menjadi usaha menengah dan usaha besar. Pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum untuk mengubah dan mendorong kinerja sektor UMKM menjadi jauh lebih baik lagi terutama melalui digitalisasi UMKM.

 

Bagikan artikel ini:
Kirim Komentar

Komentar baru terbit setelah disetujui Admin

CAPTCHA Image